TEMPO.CO, Jakarta - Gudeg, kuliner khas Yogyakarta berinovasi mencari terobosan baru, mulai keluar dari pakem rasa manis hingga menyesuaikan dengan teknologi dan perkembangan zaman.
Yogyakarta punya julukan Kota Gudeg, yang hampir di setiap sudutnya menyajikan beragam pilihan makanan ini. Hanya perlu sedikit usaha untuk blusukan mencari gudeg-gudeg ini.
Di barat Pasar Kranggan Yogyakarta terdapat gudeg anti-mainstream. Tepatnya di perempatan Jalan Asem Gede, Kranggan, Jetis, Kota Yogyakarta terdapat gudeg super pedas. Gudeg ini diberi nama Gudeg Mercon Bu Tinah.
Tak seperti warung kebanyakan, tempat gudeg ini mirip gubuk di pinggir sawah. Tenda berukuran 3x4 meter ini hanya beratapkan bambu dengan dinding plastik berwarna merah bertuliskan Gudeg Mercon Bu Tinah.
Hampir setiap malam, pembeli harus rela berdiri untuk mengantre. Setidaknya ada 100 lebih pembeli setiap malam. Bila libur Lebaran tiba, gudeg ini habis sebelum jam 01.00 karena saking ramai diserbu pembeli. Mereka manyantap gudeg itu dengan duduk lesehan beralas tikar. Ada juga beberapa yang duduk di kursi plastik.
Persis seperti namanya, gudeg ini punya rasa yang membakar lidah. “Kami mencari rasa gudeg yang berbeda dari kebanyakan gudeg. Berawal dari coba-coba,” kata Parni, anak kedua dari Ngatinah, peracik gudeg mercon Bu Tinah, Kamis, 6 Juli 2017. Ia bersabar melayani pembeli setiap pukul 21.00-01.00.
Gudeg ini berbahan baku nangka muda atau gori dalam bahasa Jawa. Hanya saja, ditambahkan campuran kuah sangat pedas dan gurih. Tentu saja potongan krecek (kerupuk kulit sapi) tak ketinggalan. Ada sentuhan rasa petai. Pedasnya itu bisa dilihat dari visual gudeg, yakni bercampur dengan irisan cabai rawit bercampur biji-biji cabai.
Berikutnya: Dari Artis hingga Politisi Menyukainya